Minggu, 26 Mei 2013

BERBAGI TEMPAT DI AREA MUSTAJABAH


Dalam berbagai kesempatan dan tempat di area Masjid Nabawi maupun di Masjidil Haram dapat dipastikan akan selalu dipadati oleh jamaah. Dahulu mungkin kepadatan ini hanya terjadi ketika musim haji saja, tetapi pada saat ini tidak dalam waktu musim hajipun area Masjid Nabawi maupun Masjidil Haram juga tetap padat oleh para jamaah umroh. Dan animo masyarakat pada saat ini untuk melaksanakan umrohpun ternyata sangat luar biasa besar, dan bahkan menurut Ustad Yusuf Mansur dalam sebuah tausiahnya pernah menyebutkan bahwa tiap hari jamaah umroh dari Indonesia yang berangkat ke tanah suci tidak kurang dari 6000 orang. 

Sungguh suatu angka yang tidak kecil, dan dari data ini dapat kita cermati bahwa ternyata banyak orang kaya di Indonesia, sehingga untuk melakukan umroh yang menghabiskan sekitar 20 jutaan banyak sekali orang Indonesia yang bisa melaksanakan. Belum lagi kalau kita melihat dari data bahwa daftar tunggu antrian haji di Indonesia yang mencapai belasan tahun, hal ini lebih meyakinkan lagi ternyata masyarakat Indonesia adalah bangsa yang kaya. Mungkin karena tidak adanya pemerataan ekonomilah yang akhirnya terjadi ketimpangan ekonomi dan banyaknya orang yang kaya di Indonesia tidak berbanding lurus dengan tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat secara umum, dan akhirnya Indonesia tetap hanya dikenal sebagai negara yang agak miskin atau lebih kerennya disebut dengan negara berkembang.

Berbicara mengenai banyaknya jamaah haji maupun umroh di tanah suci, maka pasti kita tidak akan lepas dari dua area yang utama di tanah suci yaitu Masjidil Haram di Mekah dan Masjid Nabawi di Madinah. Karena dua tempat tersebut menjadi konsentrasi tempat ibadah ketika melaksanakan ibadah haji maupun umroh. Selain itu di dua tempat ini terdapat tempat mustajabah yang artinya yaitu seseorang yang dapat berdo'a di tempat-tempat yang telah ditentukan niscaya akan dikabulkan segala do'anya. Di area Masjid Nabawi terdapat tempat yang menjadi idola para jamaah baik haji maupun umroh untuk dapat memasukinya yaitu raudhah. Raudhah sendiri terletak di antara mimbar Nabi Muhammad SAW dan rumah Nabi yang pada saat ini telah menjadi makam beliau. Biasanya terkenal dengan karpet hijau semi coklat, karena memang karpet di area Raudhah dibedakan dengan warna karpet di luar area Raudhah.

Rosulullah SAW pernah bersabda yang artinya "Tempat antara rumahku dan mimbarku adalah taman dari taman-taman surga" (HR. Muslim). Dan di Raudhah inilah apabila kita berdo'a dengan sungguh-sungguh insya Allah akan dikabulkan oleh Allah SWT. Untuk di area Masjidil Haram mungkin salah satu tempat yang sulit untuk dimasuki adalah Hijir Ismail atau di Multazam, karena dua tempat ini juga termasuk tempat mustajabah, tetapi areanya relatif sempit dibanding banyaknya jamaah yang berkeinginan untuk masuk dan berdoa di tempat tersebut. Dan memang untuk dapat memasuki tempat-tempat mustajabah tersebut dibutuhkan stamina ekstra, kesabaran dan perjuangan. Sehingga tak jarang di tempat-tempat ini sering terjadi gesekan-gesekan kecil yang apabila tidak dilandasi kesabaran dan keikhlasan justru akan menimbulkan sebuah pertikaian antar jamaah sendiri.

Mungkin yang perlu kita perhatikan apabila kita akan memasuki tempat-tempat tersebut adalah  jangan sampai kita mengedepankan egoisme kita yaitu yang penting kita dapat kavling di tempat tersebut walaupun kadang harus mendorong jamaah lain, menyakiti jamaah lain dan bahkan menjatuhkan jamaah lain. Ini semua bukan termasuk akhlakul karimah dan justru akan mengurangi nilai ibadah kita itu sendiri. Dan yang sangat biasa dilakukan oleh banyak jamaah ketika dia sudah dapat kavling di tempat-tempat tersebut, dia akan melakukan sholat sunat dan berdo'a selama mungkin di tempat itu, padahal banyak jamaah yang berdiri dan mengantri untuk melakukan hal yang sama di tempat itu. Inipun juga tidak dapat dibenarkan karena jamaah yang berdiri dan mengantri akan merasa kesal dengan model jamaah yang tidak mau berbagi ini. Jangan sampai terjadi justru orang lain mendo'akan hal yang jelek karena egoisme kita lakukan.

Sudah semestinyalah apabila kita berada di tempat-tempat yang mustajabah tersebut, tumbuh rasa berbagi kita dengan jamaah lain, karena mereka juga ingin dan berhak untuk dapat elakukan sholat dan berdoa di tempat itu. Cukuplah apabila kita berada di tempat-tempat tersebut dengan melakukan sholat dua rokaat kemudian berdo'a secukupnya saja, dan jangan sampai kita membuat jamaah lain merasa jengkel karena berdiri dan menunggu terlalu lama. Insya Allah apabila kita yakin dan khusu' dalam berdoa walaupun sebentar Allah pasti akan mengabulkan do'a kita. Dan apabila kita membuat jengkel orang lain dan dia juga mendoa'akan hal yang jelek-jelek terjadi pada kita, mungkin hal itu akan menjadi kontraproduktif bagi kita sendiri, alih-alih do'a kita yang dikabulkan justru hal yang jelek nanti yang akan kita terima karena dido'akan jelek oleh orang lain. Untuk itu berbagi tempatlah apabila berada di tempat yang mustajabah. Wallahua'lam.

Kamis, 23 Mei 2013

UMROH RAMADHAN MENYAMAI HAJI

Bulan Ramadhan merupakan sayyidus suhur atau bulan yang paling mulia dibanding bulan-bulan lain selainnya. Pada bulan Ramadhan itulah Al-Quran diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantaraan malaikat Jibril as. Al-Quran diturunkan pada malam tujuh belas di bulan Ramadhan ketika Nabi Muhammad SAW bertahannuts di Gua Hiro' di atas Jabal Nur di pinggiran Kota Makkah. Hal ini sekaligus menandai diangkatnya Nabi Muhammad SAW sebagai rosul yang bertugas untuk menyampaikan dakwah ketauhidan kepada umat manusia. Iqro' yang artinya "bacalah" merupakan ayat Al-Quran yang pertama kali turun kepada beliau, hingga akhirnya sampai ayat ke 5 dari surat Al-'Alaq.

Selain merupakan bulan dimana Al-Quran diturunkan, bulan Ramadhan juga sangat dimuliakan oleh Allah SWT, melebihi bulan-bulan lainnya. Di bulan ini umat manusia diwajibkan melaksanakan puasa yang merupakan sarana untuk membersihkan jiwa dari nafsu yang bersemayam dalam diri manusia. Pada bulan ini nilai pahala ibadah manusia akan dilipatgandakan, apabila seseorang melakukan suatu amal yang berkategori sunat, maka pahalanya akan disamakan dengan melaksanakan sebuah amal yang berderajat wajib, dan apabila seseorang melakukan sebuah amal wajib maka pahalanya akan dilipatgandakan dengan 70 kali amalan wajib di bulan lainnya, bahkan tidurnya orang yang melakukan puasapun dinilai sebuah ibadah.

Lebih istimewanya lagi di dalam bulan Ramadhan juga terdapat malam lailatul qadar yang apabila kita dapat menjumpainya dalam keadaan beribadah, maka nilai pahalanya akan melebihi dari nilai seribu bulan. Subhanallah, sungguh sangat mulianya bulan Ramadhan itu. Sehingga dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa seandainya diperbolehkan berharap, para sahabat nabi menginginkan bahwa sepanjang tahun adalah bulan Ramadhan, dikarenakan mulianya bulan Ramadhan itu. Dan dalam riwayat lain disebutkan bahwa apabila manusia mengerti akan kemuliaan bulan Ramadhan, maka niscaya mereka akan menangis bersedih apabila akan ditinggalkan oleh bulan Ramadhan.

Selanjutnya Nabi Muhammad SAW pernah bersabda kepada seorang wanita Anshor : Mengapakah anda tidak melaksanakan haji bersama kami ? Jawab wanita itu : Kami hanya mempunyai satu kendaraan dan sudah dikendarai oleh suamiku dengan anaknya (putranya), dan ada lagi seekor onta untuk menyiram kebun. Maka Nabi bersabda kepadanya : Jika tiba bulan Ramadhan maka pergilah berumrah, sesungguhnya umroh di bulan Ramadhan bagaikan berhaji (menyamai haji). (HR. Bukhori Muslim), dan dalam riwayat Muslim ditambahkan "menyamai haji bersamaku".

Sungguh sangat besar nilai pahala ibadah di bulan Ramadhan, sehingga umroh yang dilaksanakan pada bulan Ramadhanpun nilai pahalanya sama dengan melaksanakan haji. Mungkin hadits ini bisa menjadi sebuah landasan bahwa apabila kita mampu melaksanakan, maka umroh di bulan Ramadhan merupakan sebuah ibadah yang juga perlu kita prioritaskan. Walaupun hal itu tidak bisa menggugurkan kewajiban untuk berhaji bagi yang mustathi', tetapi dengan banyaknya kendala yang berkaitan dengan kuota jamaah haji, daftar tunggu yang lama, usia yang sudah tua mungkin ini bisa menjadi alternatif untuk dilakukan. Meskipun kita tidak dipanggil haji (dan itu sangat tidak penting sama sekali) tetapi setidaknya apabila kita ikhlas dalam melaksanakannya serta sudah memenuhi syarat dan rukunnya maka nilai pahalanya sudah sama dengan orang yang melakukan haji. Wallahua'lam.

   

Jumat, 17 Mei 2013

TIPS BISA MENCIUM HAJAR ASWAD

Hajar Aswad merupakan salah satu bagian bangunan penting di dalam Ka'bah, tepatnya menempel di pojok tenggara bangunan Ka'bah. Dari titik dan garis sejajar lurus dengan Hajar Aswad inilah dimulainya rukun thawaf bagi mereka yang melaksanakan haji ataupun umroh. Dalam sejarahnya Hajar Aswad merupakan sebuah batu dari surga melalui malaikat Jibril as. Dahulu hajar aswad berwarna putih dan akibat dosa-dosa manusialah batu yang putih itu berubah menjadi hitam, seperti dinyatakan dalam sebuah hadits yang artinya "Hajar Aswad itu diturunkan dari surga, warnanya lebih putih dari susu, dan dosa-dosa anak cucu Adam-lah yang membuatnya menjadi hitam". Dan karena warnanya hitam inilah sehingga akhirnya batu tersebut dinamakan sebagai Hajar Aswad yang artinya adalah batu hitam. Dalam sebuah penelitian diungkapkan bahwa batu Hajar Aswad ini ternyata merupakan batu tertua di muka bumi dan bisa mengambang dalam air.

Diungkapkan lebih lanjut bahwa di sebuah museum di negara Ratu Elizabeth, terdapat tiga buah potongan dari batu Hajar Aswad dari Ka'bah (tidak disebutkan mengapa batu tersebut bisa sampai di sana) dan pihak museum menyatakan bahwa batu tersebut bukan bersumber dari sistem tata surya kita. Ada sebuah perlakuan khusus yang dilakukan Nabi Muhammad SAW terhadap batu ini ketika melakukan thawaf yaitu beliau mencium batu ini ketika sampai di hadapan batu ini. Mencium Hajar Aswad sendiri oleh para 'ulama dihukumi sebagai sebuah kesunatan yang baik apabila bisa dilaksanakan, akan tetapi hal itu tidak menjadi syarat sah dalam melakukan thawaf. Dalam sebuah riwayat disebutkan yang artinya "Umar ra. ketika mencium Hajar Aswad berkata : Sungguh aku mengetahui bahwa engkau batu tidak membahayakan dan tidak berguna, dan andaikan aku tidak melihat Nabi SAW menciummu maka aku tidak akan menciummu". (HR. Bukhori Muslim) (Disebutkan oleh Imam Bukhori dalam Kitab Haji (25) pada Bab Dzikir ketika Di Hajar Aswad (50)).

Dalam hadits yang lain disebutkan juga yang artinya "Nabi SAW thawaf dalam hajjatul wada' berkendaraan onta dan menyentuh Hajar Aswad dengan tongkat (muhjan)". (HR. Bukhori Muslim). Dikarenakan adanya kesunatan untuk mencium Hajar Aswad inilah para jamaah haji ataupun umroh dapat dipastikan mempunyai keinginan untuk dapat melakukan kesunatan tersebut dan berlomba-lomba untuk dapat mencium atau menyentuh Hajar Aswad. Dan alam prakteknya tidak sedikit dari para jamaah itu yang tidak memperhatikan keselamatan baik diri maupun para jamaah lain yang juga berebut untuk dapat mencium Hajar Aswad tersebut demi mendapatkan sebuah kesunatan sebagaimana yang dilakukan Nabi Muhammad SAW.

Selanjutnya dikarenakan pada saat ini animo kaum muslimin untuk melaksanakan ibadah haji maupun umroh sangat luar biasa besar, maka mencium Hajar Aswad menjadi sesuatu yang sulit untuk dilakukan karena saking berjejalnya jamaah yang melakukan thawaf. Diperlukan strategi khusus agar jamaah bisa melakukan kesunatan untuk mencium Hajar Aswad ini, dan inilah tips agar jamaah bisa mencium Hajar Aswad :
  1. Ambil waktu yang kondisi sekitar ka'bah tidak terlalu padat, ini biasanya terjadi pada saat ketika siang terik atau jam 11 siang, jam 14 siang atau ketika awal sepertiga malam terakhir atau sekitar jam 1 sampai jam 3 dini hari.
  2. Pastikan kondisi fisik prima pada saat itu, hal ini penting karena dibutuhkan stamina yang prima ketika berdesakan untuk mendekat ke titik Hajar Aswad.
  3. Jangan membawa barang berharga, karena pepatah mengatakan ada gula ada semut, jadi adanya banyak orang yang berdesak-desakan menjadikan terjadinya kerawanan, baik karena kecopetan maupun jatuh akibat banyaknya orang yang berdesak-desakan.
  4. Pastikan cara berpakaian ihrom yang benar dan kuat, apabila pakaian ihrom yang kita gunakan tidak benar dan kuat nanti justru akan merepotkan kita sendiri, terlebih kalau waktu melaksanakan thawaf yang rukun ketika haji maupun umroh, karena pakaian yang kita pakai hanya dua lembar saja yaitu yang kita sarungkan dan yang kita selempangkan. Jangan sampai karena keinginan kita untuk melakukan sebuah kesunatan justru kita akan menuai malu karena aurat kita terbuka.
  5. Jangan gunakan joki atau calo, sebab di sekitar Hajar Aswad pada saat ini banyak sekali calo yang menawarkan jasa untuk menuntun anda mendekati Hajar Aswad, sekali lagi jangan pernah menggunakan jasa calo ini karena nanti akan banyak real anda yang terkuras.
  6. Apabila anda bisa mencium Hajar Aswad maka lakukanlah dan jangan lama-lama dalam mencium batu tersebut, karena banyak sekali jamaah yang antri yang juga ingin mencium batu tersebut.
  7. Hindari menyakiti sesama jamaah, ini justru paling penting karena untuk apa kita melakukan sebuah kesunatan tetapi justru menyakiti dan mencelakakn orang lain yang hal itu merupakan sebuah dosa.  
Beberapa tips tersebut mungkin dapat membantu para jamaah untuk dapat melaksanakan salah satu kesunatan yaitu mencium Hajar Aswad, tetapi jikalau memang kita belum diberi kesempatan untuk bisa mencium Hajar Aswad ketika kita berhaji atau berumroh, maka tidak usah berkecil hati karena selain melakukan hal tersebut sebenarnya masih banyak kesunatan yang lain yang dapat kita laksanakan dengan resiko yang lebih kecil, seperti sholat di belakang maqom Ibrahim, di dalam Hijir Ismail atau kesunatan yang lainnya. Dan yang terpenting hal-hal tersebut tidak eakan mengurangi sahnya kita dalam melakukan thawaf walaupun apabila bisa kita lakukan merupakan suatu yang baik. Walahua'lam.

Selasa, 07 Mei 2013

SEKELUMIT SEJARAH KOTA MADINAH

Kota Madinah menjadi salah satu kota utama yang ada di Negara Saudi Arabia dan juga bagi seluruh warga muslim di dunia di samping Kota Makkah. Kota ini sangat bernilai dalam sejarah  perkembangan agama Islam. Karena kita ketahui setelah berdakwah selama 13 tahun di Kota Makkah yang merupakan kota kelahiran nabi Muhammad SAW sendiri, ternyata ajaran Islam berkembang tidak begitu pesat. Hal ini karena banyaknya pertentangan dari para pemuka Quraisy di Kota Makkah yang sebenarnya juga banyak dari kalangan keluarga Nabi sendiri yang termasuk keturunan dari pemuka suku Quraisy. Setelah berdakwah di Kota Makkah selama 13 tahun itulah kemudian Nabi Muhammad SAW "hijrah" kota yang sekarang terkenal dengan "Madinatun Nabi" tersebut.

Sebelum peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad SAW beserta sahabat-sahabat beliau, sebenarnya kota ini dulu bernama Yatsrib. Selanjutnya setelah peristiwa hijrah tersebut Nabi Muhammad menamakan kota ini menjadi kota Madinah atau al-Thab dan al-Thayyib. Menurut Ibnu Hajar, Yatsrib sendiri bisa bermakna dari "Tatsrib" yang berarti menjelekkan atau menghinakan atau bisa juga bermakna dari kata "tsarab" yaitu rusak (kerusakan). Sehingga dalam sebuah riwayat disebutkan Rosulullah pernah bersabda yang artinya "Barang siapa menamai Madinah dengan Yatsrib, hendaknya ia memohon ampun kepada Allah 'Azza Wa Jalla, (karena) ia adalah Thabah, ia adalah Thabah (baik)". (Menurut Haitsami HR. Ahmad, lihat Majma' al-Zawaid 3/300)1).

Letak Kota Madinah adalah sebelah utara dari kota Makkah. Dari Kota Makkah kira-kira 450 Km, dan biasanya bisa ditempuh dengan perjalanan darat sekitar 5 jam untuk sampai di Kota Makkah. Luas wilayah Kota Madinah sendiri hanya sekitar 15 Km2, dengan batas utara adalah Jabal 'Ayr dan sebelah selatan adalah Jabal Tsur. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Nabi Muhammad yang artinya "Batas Madinah adalah antara Ayr dan Tsur, barang siapa mengdakan hal yang baru, atau menempatkan sesuatu yang baru, maka atasnya laknat Allah, malaikat dan manusia seluruhnya, dan Allah tidak akan menerimanya di Hari Kiamat". (Shahih Muslim No. 1370). Selanjutnya untuk batas sebelah timur adalah waqim Lama dan yang sebelah barat wabaroh Lama yang terdapat salah satu labah (bebatuan hitam) sebagaimana ditegaskan Nabi Muhammad yang artinya "Sesungguhnya aku tetapkan tanah suci antara kedua labah Madinah" (Shahih Muslim, hadits No. 1363).2) 

Kota Madinah ini menjadi sangat penting karena dari kota inilah ajaran Islam menyebar ke seluruh Jazirah Arab. Di kota ini pula terdapat Masjid Nabawi (yang apabila kita sholat sekali di dalamnya, maka nilainya seribu kali sholat di masjid yang lain) serta makam Nabi Muhammad beserta keluarga dan banyak para sahabatnya.Khusus untuk makam Nabi Muhammad beserta Abu Bakar dan Umar Ibn Khattab r.a., berada di dalam area Masjid Nabawi dan yang lainnya terkonsentrasi di pemakaman Baqi' Gharqod yng berada di sebelah timur area Masjid Nabawi. Adapun para suhada yang meninggal pada perang Uhud banyak di makamkan di bawah jabal Uhud yang salah satu di antaranya adalah paman Nabi yaitu Hamzah.

Sebelum kedatangan Rosulullah beserta sahabatnya yang biasa disebut sebagai kaum Muhajirin atau orang-orang yang berhijarah, masyarakat Madinah terdiri dari beberapa suku besar yaitu Bani Aus dan Khazraj serta tiga suku Yahudi yaitu Bani Qoinuqo', Bani Quraidhah dan Bani Nadhir. Wilayah Madinah di kelilingi oleh gunung dan beriklim gurun tetapi kaya dengan air, karena banyak wadi atau lembah tempat berkumpulnya air dari dataran yang lebih tinggi. Hijrah Nabi Muhammad sendiri dari Makkah ke Madinah ini terjadi pada tanggal 20 September 622 M 3), yang kemudian digunakan sebagai awal penanggalan tahun Hijriah. Ada beberapa wadi di Madinah seperti wadi al-'Aqiq, wadi Buthan, wadi Qanat dan wadi al-Aqool.

Seiring dengan kedatangan Nabi beserta sahabat-sahabat beliau di Madinah, perkembangan kota ini menjadi pesat, baik dari segi perekonomian maupun sosial budaya, bahkan untuk menjaga kerukunan warga dan mengakomodasi kepentingan masyarakat yang ada di Madinah, dimana di sana juga terdapat kaum Yahudi, lahirlah Piagam Madinah yang mengatur hak dan kewajiban anggota masyarakat di kota itu. Demikian sejarahnya sehingga dari Kota Madinah inilah Nabi Muhammad SAW menjadi pemimpin negara dan pemerintahan dan menyebarkan ajaran Islam ke seluruh penjuru jazirah Arab. Saat ini kaum muslimin yang pergi haji ataupun umroh di samping ke Makkah dapat dipastikan akan singgah ke Madinah ini. Karena Madinah inilah yang menjadi kota Nabi dan di snalah terdapat makam Nabi Muhammad SAW.

Sumber-sumber :
  1. Dr. Muhammad Ilyas Abdul Ghani, Sejarah Madinah Munawwarah Bergambar, alih bahasa Anang Rizka Mesyhadi, (Madinah: Al-Rasheed: 2005) hal. 19
  2. Ibid, hal. 11
  3. http://id.wikipedia.org/wiki/Madinah

 

Sabtu, 04 Mei 2013

CIRI-CIRI HAJI ATAU UMROH YANG MABRUR

Haji dan umroh pada hakekatnya merupakan sebuah perjalan spiritual untuk mendekatkan diri kepada Sang Maha Pencipta Allah SWT. Bagi mereka yang melaksanakan ibadah Haji atau Umroh dengan betul-betul ikhlas, pasti di sana akan mendapatkan pelajaran spiritual yang sarat makna. Ketika kita melihat Ka'bah atau melakukan thawaf seakan-akan kita tersihir dan terbawa ke dalam suasana yang sangat ukhrowi. Hati bergetar ketika pertama kali kita melihat Ka'bah, bangunan segi empat berbentuk kubus yang sungguh sangat berwibawa dan seakan mempunyai daya magis bagi yang melihatnya. Bagi yang pertama kali melihatnya tentunya akan membatin ternyata inilah yang menjadi kiblat ketika bertahun-tahun semenjak kita kecil melaksanakan sholat.

Ketika kita melaksanakan thawaf dan berdesak-desakan dengan beribu-ribu jamaah lain dari segala penjuru dunia, timbul sebuah kesadaran betapa amat sangat kecilnya kita di hadapan Allah SWT Sang Kreator alam semesta ini. Kita akan mendapati berbagai suku dan ras yang ada di dunia ini mengagungkan nama-Nya. Ada yang mempunyai perawakan tinggi besar dengan kulit amat hitam seperti bangsa negro, ada yang bermata biru dan berkulit putih seperti halnya bangsa-bangsa dari asia tengah, ada yang berperwakan sedang dengan kulit sawo matang sebagaimana jamaah yang berasal dari melayu dan masih banyak lagi ras-ras lain dengan berbagai ciri dan bentuk tubuh yang berbeda satu dengan lainnya. Semuanya mengumandangkan asma Allah sambil mengelilingi bangunan yang berbalut kain hitam dan berdiri dengan kokohnya itu.  Subhanallah.

Selanjutnya ketika kita melakukan sa'i yang juga menjadi rukun dalam ibadah haji dan umroh, kitapun akan mendapati bahwa semuanya melantunkan do'a-doa dan mengagungkan nama-nama Allah. Hati terasa sangat damai dan merasa terharu melihat hal ini. Dan begitupun selanjutnya dengan ritual-ritual lain, semuanya akan membuat kita merasa amat sangat kecil di hadapan Allah SWT. Betapa selama ini kita sudah merasa paling benar sendiri ketika kita berada di lingkungan kita, merasa paling gagah sendiri, merasa paling sempurna dan rasa-rasa kesombongan yang lainnya, yang ternyata ketika kita di tanah haram, semuanya tidak ada artinya, sungguh kita selama ini berada dalam perasaan yang semu. Astaghfirullah.

Demikian itulah sebenarnya hakikat ibadah haji atau umroh yang kita lakukan. Kita akan menyaksikan dengan mata kepala sendiri keagungan Allah dan kebenaran akan ajaran Nabi Muhammad SAW. Sehingga sudah semestinyalah ketika kita pulang dari tanah suci kita menjadi akan menjadi manusia yang lebih berkualitas dibanding sebelum kita melakukan ibadah haji atau umroh. Dan inilah yang selanjutnya dinamakan dengan haji atau umroh yang mabrur. Mungkin beberapa ciri dari haji atau umroh yang mabrur akan dapat kita lihat sebagaimana dikatakan dai wong kito dan Pemred Warta Dakwah, H Muazim Syair, merujuk beberapa hadist Rasulullah SAW, ada empat ciri orang yang mendapat predikat haji mabrur :

  1. Sepulang dari berhaji atau umroh, tutur katanya selalu baik dan menyenangkan orang lain. Memiliki sifat terpuji seperti sabar, rendah hati (tawaddhu’) dan tidak sombong. Di tanah suci ia telah ditempa menjadi hamba Allah yang rendah hati. Meski ia seorang pejabat, orang kaya atau penguasa, di tanah suci Dia memandangnya sama dengan rakyat kecil, jelata. Semuanya hanyalah hamba-Nya semata
  2. Seseorang yang sudah menyandang gelar haji atau pernah umroh akan lebih taat beribadah dibandingkan sebelum ia menunaikan ibadah haji atau umroh. Karena selama berada di tanah suci ia telah dilatih untuk taat beribadah, terutama dalam ibadah salat. Kalau di Mekkah ia selalu menunaikan salat berjamaah di Masjidil Haram, dan atau di Masjid Nabawi ketika berada di Madinah Al-Munawwarah, setibanya di tanah air hal itu juga harus dilakukannya. Dia tindaklanjuti dalam pergaulan dan kehidupan sehari-hari.
  3. Seseorang yang telah berpredikat haji atau pernah umroh akan selalu menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan tercela. Orang yang mendapat haji mabrur tidak mau lagi berbohong. Ia akan selalu jujur dalam kesehariannya, apapun profesinya. Jika kebetulan seorang pedagang ia tidak akan mau mempermainkan timbangan, meteran atau perkataan bohong lainnya. Kalau ia seorang aparatur negara ia tidak akan menyalahgunakan wewenang atau melakukan korupsi.
  4. Orang yang mendapat gelar haji atau umroh mabrur sifat sosialnya akan meningkat, begitu pula rasa kesetiakawanan terhadap sesama. Ia akan jadi rajin ber-infaq fi sabilillah, menyantuni anak yatim dan orang miskin.
Mungkin empat hal di atas itulah yang bisa menjadi tolok ukur kemabruran seseorang setelah melakukan ibadah haji atau umroh. Karena haji bukanlah hanya urusan gelar atau nama saja, tetapi lebih jauh dari itu haji atau umroh merupakan perjalanan spiritual yang akan membuat seseorang yang melaksanakannya lebih berkualitas dibanding ketika sebelum melaksnakan ibadah haji atau umroh. Wallahua'lam. (***).



Jumat, 03 Mei 2013

SEBUAH SOLUSI MENGATASI ANTRIAN HAJI

Sudah menjadi sebuah fakta yang tidak bisa dipungkiri lagi, bahwa pada saat ini ibadah haji di negara Indonesia menjadi suatu ibadah yang sulit untuk dilaksanakan, hal ini dikarenakan adanya "waiting list" yang sangat banyak, sehingga masa tunggu untuk pemberangkatan haji menjadi sangat lama. Diberbagai daerah rata-rata sudah mencapai 10 sampai 11 tahun, di Propinsi DIY saja sudah 13 tahun, belum lagi di daerah yang termasuk kaya, maka dapat dipastikan daftar tunggu untuk naik haji menjadi lebih lama lagi. Apakah Kementrian Agama sebagai badan pemerintah yang mengurusi penyelenggaraan ibadah haji hanya diam saja melihat permasalahan yang ada seperti ini ?. Sudah semestinyalah ada regulasi yang dapat meminimalisir banyaknya permasalahan dalam penyelenggaraan ibadah haji ini.

Sebagai badan resmi pemerintah sudah seharusnya memperketat dan meneliti calon jamaah haji yang akan melaksanakan ibadah haji, jangan hanya yang mempunyai uang cukup saja yang bisa berangkat ibadah haji, tetapi mungkin juga ada pertimbangan yang lain. Atau mungkin Kementrian Agama juga malah senang dengan kondisi yang seperti ini, kita tidak tahu, tapi yang jelas orang awampun semua akan tahu bahwa ada banyak finansial yang berhubungan dengan pelaksanaan ibadah haji ini. Orang yang akan mendaftar ibadah haji, untuk mendapat kursi, maka harus membayar Rp. 25 juta sebagai syaratnya. Bisa dibayangkan apabila seorang saja menyetor Rp. 25 juta dan harus menunggu selama sebelas tahun, kalau uang itu didepositokan sudah berapa banyak rupiah yang akan didapat per tahun oleh pemerintah dalam hal ini Kementrian Agama jika di Indonesia terdapat ratusan ribu bahkan jutaan calon jamaah haji. Sungguh suatu nilai finansial yang sangat besar.

Di samping itu, keuntungan dari pelaksanaan ibadah haji per orang juga sudah berapa banyak jika setiap tahun Indonesia mendapat kuota sekitar 250 ribu jamaah haji. Dan ini merupakan ladang pemasukan yang sangat signifikan untuk Kementrian Agama. Mungkin ini hanya merupakan sebuah pikiran sebagai masukan kepada Kementrian Agama agar ibadah haji yang bersifat ukhrowi dan sangat mulia itu tidak terkotori oleh hal-hal yang kurang baik yang hanya berkaitan dengan masalah materi duniawi saja yang berhubungan dengan masalah finansial. Sebagai masukan mungkin ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan sebagai berikut :
  1. Segera laksanakan moratorium pendaftaran ibadah haji, mungkin sudah menjadi wacana beberapa waktu yang lalu di Kementrian Agama tetapi sepertinya hal tersebut belum dilakukan dan masih sebatas wacana saja. Hal ini juga sebagai sarana untuk lebih fokus dalam memikirkan pelayanan kepada jamaah agar lebih maksimal.
  2. Prioritaskan jamaah yang lebih tua terlebih dahulu, karena banyak juga ternyata anak-anak yang belum cukup umur didaftarkan oleh orang tua mereka yang secara finansial memang mempunyai harta berlebih, padahal sebenarnya mereka belum berkewajiban untuk melaksanakn ibadah haji.
  3. Prioritaskan yang baru sekali naik haji, hal ini perlu dilakukan sebab ternyata banyak yang sudah naik haji sekali kemudian karena hartanya berlebih maka dia mendaftarkan lagi. Bagi orang-orang yang model begini diarahkan saja untuk melakukan umroh, toh yang namanya haji itu merupakan kewajiban hanya sekali seumur hidup. Selain itu haji sudah tertentu waktunya beda dengan umroh yang ditentukan waktunya.
  4. Seleksi calon jamaah yang akan berangkat, seleksi dalam hal ini mungkin berkaitan dengan keilmuan seseorang dalam memahami islam secara menyeluruh, mungkin tentang bacaan al-quran, pengetahuan tentang hadits, aqidah, akhlak dan lain sebagainya, juga pengetahuan tentang manasik haji. Bagi orang yang lulus seleksi maka bisa diberangkatkan terlebih dahulu, dan bagi yang mendaftar tapi belum lulus mungkin disuruh untuk belajar agama Islam terlebih dahulu dan mengikuti seleksi tahun berikutnya. Hal ini sangat penting agar calon haji yang berangkat memang benar-benar berkualitas dalam keagamaannya. Sebab pada akhir-akhir ini banyak yang sudah bergelar haji tapi kualitas keagamaannya nol besar. Haji tidak lebih dari sekedar orang yang punya duit saja, beda dengan masa-masa dahulu, apabila orang yang sudah bergelar haji memang betul-betul mumpuni secara keagamaan, dan bisa menjadi panutan bagi lingkungannya. Akan tetapi dalam hal ini harus dipersiapkan SDM yang amanah, yang tidak mau dibeli dengan uang, sehingga yang lulus seleksi memang betul-betul karena kemampuan dan keilmuan bukan karena membeli kelulusan, kalau SDM-nya belum siap alih-alih akan dapat menyelesaikan masalah justru akan menjadi ladang korupsi baru.
  5. Kalau benar-benar ingin mengarah ke profesional, mungkin perlu diwacanakan agar pemerintah dalam hal ini Kementrian Agama bisa membeli pesawat sendiri, tentu saja nanti dibentuk lembaga tersendiri yang mengurusi tetang ini, ini juga penting agar bisa meminimalisasi kebocoran anggaran yang mengarah ke korupsi. Dalam hal pendanaan mungkin bisa diambil dari hasil penyimpanan uang calon jamaah dengan catatan calon jamaah diminta keihlasannya. Saya kira apabila bisa benar-benar dipertanggungjawabkan dan demi kemaslahatan umat, para calon jamaah tidak akan keberatan. Dan pesawat tersebut nanti menjadi kekayaan negara. Selama inipun calon jamaah tidak pernah menanyakan kemana hasil penyimpanan uang mereka selama masa menunggu keberangkatan, tetapi keihlasan dari calon jamaah haji sangat mutlak diperlukan agar tidak ada unsur ribawi dalam hal ini sehingga terpenuhi unsur "antaraadzin minkum". Dan dengan langkah tersebut keuntungan yang akan didapatkan oleh negara akan semakin maksimal, selain itu jamaah umroh Indonesia yang luar biasa besar juga dapat menambah penghasilan negara dengan adanya pesawat ini di luar musim haji.
  6. Pemerintah melakukan lobby kepada pemerintah Arab Saudi agar dapat menambah kuota jamaah haji bagi Indonesia, karena seperti kita ketahui pemerintah Arab Saudi terus melakukan pelebaran area Masjidil Haram demi menambah kapasitas jamaah yang dapat masuk di dalamnya. Indonesia yang mempunyai penduduk Islam terbesar di dunia mestinya juga mempunyai nilai tawar yang tinggi terhadap pemerintah Arab Saudi.
Mungkin enam langkah itu bisa dipertimbangkan agar carut marut penyelenggaraan ibadah haji bisa diselesaikan. Dengan begitu niscaya negara Indonesia tercinta ini akan dapat menuju ke dalam sebuah negeri yang "baldatun  thoyyibatun wa robbun ghofur" dengan banyaknya umat Islam yang dapat menunaikan ibadah haji yang berkualitas dan dapat menjaga kemabrurannya, bukan banyak umatnya yang naik haji tetapi jauh dari nilai-nilai spiritual. Karena dalam kenyataannya banyak yang sudah bergelar haji tetapi masih senang mengkorupsi uang rakyat, banyak yang sudah bergelar haji tetapi tidak peduli terhadap lingkungannya dan masih banyak lagi haji lain yang mempunyai perilaku negatif dan tidak ada perubahan sedikitpun ketika sebelum dan sesudah menunaikan ibadah haji. Wallahua'lam.


 

Kamis, 02 Mei 2013

HAJI INSTAN


Pada masa kini banyak sekali kaum muslimin yang mempunyai keinginan untuk menunaikan ibadah haji. Saking banyaknya yang ingin menunaikan ibadah haji ini, "waiting list" untuk Propinsi DIY dalam berita terakhir, bagi yang mendaftar bulan ini, maka pelaksanaan hajinya besok pada tahun 2026 alias harus menunggu selama 13 tahun. Sebuah penantian yang tidak sebentar tentunya. Mungkin hal ini tidak bermassalah bagi yang mereka pada saat ini masih berumur 30-an atau 40-an tahun, tapi bagi mereka yang pada saat ini sudah berumur 60-an tahun tentunya hal ini agak menjadi masalah. Karena andaikata sekarang sudah berumur 60 tahun dan keberangkatan hajinya 13 tahun lagi berarti usia besok pada waktu berangkat sudah 73 tahun, bukan usia yang ideal lagi untuk melaksanakan ibah haji yang membutuhkan fisik prima karena memang haji dan umroh banyak ritual yang membutuhkan kekuatan fisik.

Selanjutnya selain karena faktor usia yang sudah tidak ideal lagi, siapakah yang akan menjamin kita masih hidup dalam usia yang sebegitu tua itu, walaupun tentunya usia itu hanya Allah-lah yang mengetahui, tetapi sebagai umat nabi Muhammad kita pantas khawatir, masih hidupkah kita di usia tersebut, sedangkan Nabi Muhammad sendiri wafat pada usia 63 tahun. Terlepas dari hal tersebut di atas, mungkin bagi yang berusia yang masih berusia muda, masa penungguan yang agak lama itu mungkin bisa menjadi masa untuk mempersiapkan diri secara mental dan keilmuan Islam. Persiapan secara mental dan keilmuan ini sangat penting agar kita besok ketika sudah pulang dari haji, maka kita betul-betul pantas disebut sebagai haji, bukan hanya gelarnya saja yang haji tetapi ilmu keislamannya nol besar. Dengan persiapan yang panjang insya Allah apabila kita gunakan secara maksimal, untuk melestarikan kemabruran akan lebih mudah dari pada persiapan yang dilakukan secara instan.

Apabila waktu yang cukup lama itu digunakan untuk memperdalam keagamaan, bacaan Al-Quran maupun pengetahuan masalah hadits dan ilmu yang lain, niscaya sudah banyak ilmu yang bertambah ke dalam diri kita. Jangan sampai ketika pulang dari ibadah haji kita tidak mau disuruh menjadi imam karena bacaan kita masih berlepotan, atau kita tidak mempunyai koleksi hapalan do'a sehingga kita enggan ketika disuruh untuk menjadi Imam. Walaupun menjadi imam sholat berjamaah, memimpin do'a dan lainnya itu bukanlah niat kita dalam mempelajari ilmu agama, tetapi memang sudah sepantasnyalah orang yang bergelar haji mempunyai keilmuan yang lebih dari pada orang awam. Karena mengerjakan ibadah haji merupakan pelajaran spiritual yang tidak didapatkan oleh orang lain yang belum melaksanakan ibadah haji.

Ada kejadian yang terjadi di wilayah penulis, seseorang yang baru saja pulang dari menunaikan ibadah haji ketika disuruh menjadi imam sholat lagu Al-Fatihah yang dibacakannya berbeda dari ketika sebelum dia berangkat haji, dan sebenarnya diapun jarang sekali melakukan sholat berjamaah. Lagunya seperti alunan Syekh Al-Ghamidy yang menjadi imam besar di Masjidil Haram, walaupun kesannya dibuat-buat dan justru agak sedikit aneh dan kaku. Hal itu dilakukan ketika menjadi imam sholat Isya. Kemudia ketika sholat ashar dia disuruh lagi menjadi imam sebagai penghormatan dari para jamaah yang meyakini apabila seseorang pulang haji sebelum 40 hari maka do'anya akan dikabulkan oleh Allah, walaupun sekali lagi do'a yang dibacanya juga tidak jelas karena memang bukan ahlinya dan sedikit perbendaharaan doa yang dipunyainya. Ketika selesai sholat berikut wirid dan do'anya dan jamaah sudah pada mau pulang, eh dianya malah melakukan sholat ba'dal ashar, yang notabene tidak ada dalam syariat Islam. Dan ketika subuh diulangi lagi dia juga melakukan sholat ba'dal subuh. Inilah kalau hajinya haji instan, semuanya serba instan dan karena ingin rajin sholat sunat rawatib tapi malah justru yang seharusnya tidak adapun dia malah melakukan sholat sunat juga. Eeee.... karena memang yang namanya instan itu juga tidak maksimal. Jadi jangan sampai kita menjadi haji instan yang nanti malah ditertawakan oleh orang lain karena kedangkalan ilmu agama yang kita miliki.


Rabu, 01 Mei 2013

SEBUAH CERITA DARI TANAH SUCI (Part-2)

Dalam sebuah kesempatan ketika penulis melaksanakan sholat jamaah ashar di Masjidil Haram, setelah selesai melaksanakan sholat berjamaah kebetulan penulis bertemu dengan seorang laki-laki bersama isterinya yang juga baru saja selesai melaksanakan sholat jamaah ashar. Karena sama-sama tahu kalau kita dari Indonesia yang terlihat dari perawakan, pakaian maupun ID-cardnya, maka laki-laki tersebut menyapa dan akhirnya kitapun berkenalan. Laki-laki itu berasal dari Bandung dan isterinya asli dari Sleman Yogyakarta. Dahulu laki-laki tersebut juga kuliah di UPN Yogyakarta. Obrolan menjadi agak nyambung karena penulis juga berasal  Yogyakarta tepatnya daerah Bantul.

Menurut ceritanya dia umroh bersama isteri dan anak perempuannya. Dia mewanti-wanti kepada penulis agar berhati-hati dengan tas pasport yang penulis bawa.   Karena ternyata dia pada hari sebelumnya kecopetan dompet yang berisi surat-surat seperti KTP, STNK, Kartu ATM dan uang yang jumlahnya sekitar 750 riyal Arab Saudi. Laki-laki itu merasa trauma membawa tas takut kalau kecopetan dan menjadi phobia dengan wanita-wanita kulit hitam yang memang biasanya meminta belas kasihan kepada para jamaah yang pulang dari sholat berjamaah di Masjidil Haram. Dalam batin penulis, kalau tas yang penulis bawa sih pasti aman, karena memang nggak ada apa-apanya, paling cuma HP murahan dan buku do'a saja. Dan waktu itu penulis memang hanya sedikit membawa uang saku karena memang kondisi pada waktu itu baru sangat terbatas semuanya.

Setelah bercerita tentang kecopetannya tadi, isterinya kemudian ikut berbicara dan dia berkata "Mungkin ini juga salah saya koq mas, karena sebelum berangkat saya bilang sama suami saya, uang sakunya dibagi tiga saja pak, sebagian dibawa bapak, sebagian dibawa saya dan sebagian lagi dibawa anak, biar nanti kalau kecopetan tidak hilang semuanya. Eee.. lha koq ternyata di sini jadi betul-betul kecopetan. Coba kalau dulu saya tidak bicara seperti itu, pasti kemungkinan juga tidak kecopetan bapaknya. Selanjutnya penulis cuma mengatakan kepada laki-laki dan isterinya itu agar bersabar dan mengikhlaskan saja semua yang telah hilang itu, insya Allah nanti akan ada ganti yang lebih nilainya dari pada yang hilang itu. Dan tidak terasa kita sudah harus berpisah karena jalur menuju hotel kita berbeda.

Dari cerita tersebut penulis merenung, memang betul ya kata orang-orang kalau akan melaksanakan ibadah haji atau umroh maupun ketika kita sedang berada di tanah suci, maka kita harus berhati-hati kalau berbicara, tidak boleh sombong, merendahkan orang lain dan harus selalu berkhusnudzon kepada siapapun walaupun kita tetap harus berhati-hati. Karena apa yang kita bicarakan bisa menjadi sebuah kenyataan, kalau kita sombong, niscaya kita akan dihinakan oleh Allah, dan ketika kita merendhkan orang lain mungkin justru orang itu ketika di sana bisa melakukan kelebihan dari pada kita. Untuk itu bagi teman-teman yang akan melaksanakan ibadah haji atau umroh, persiapkanlah fisik dan mental kalian dan jagalah agar kita tetap berpositif thinking. Semoga bisa menjadi haji atau umroh yang mabrur. Amin (***).