Selasa, 30 April 2013

SEBUAH CERITA DARI TANAH SUCI



Terdapat sebuah kisah menarik ketika penulis melaksanakan umroh pada April 2012 silam. Kebetulan hotel tempat rombongan penulis menginap terdapat seorang asli Madura yang bekerja sebagai karyawan di hotel tersebut. Kami menjadi sangat akrab karena kebetulan teman serombongan yang berasal dari Temanggung senang merokok dan membawa perbekalan rokok agak banyak dan orang madura itupun punya kesenangan yang sama yaitu hobi merokok (tapi untuk penulis sendiri tidak senang merokok). Ketika kami makan pasti ada obrolan santai dengan si Madura tadi, sambil merokok dan dia katanya juga kangen dengan rokok Indonesia yang mempunyai taste beda dengan rokok Arab.

Dalam obrolan santai kami si madura ini bercerita kalau dia sudah tinggal di Arab Saudi selama 10 tahun. Latar belakang si madura ini dulu adalah orang yang brengsek atau preman gitulah kalau istilah sekarang. Suka memalak dan ringan tangan dengan orang lain, tak jarang jotosan tangannya mampir di muka orang yang tidak mau mengasih uang rokok buatnya. Selain itupun dia suka main wanita, padahal isterinya sudah dua yang di rumah. Karena diajak teman kemudian dia mengadu nasib ke negeri Arab yang kata orang-orang di sana mencari uang sangatlah mudah.

Pada tahun pertama dia berada di Arab dia langsung ikut melakukan ibadah haji pada musim haji di tahun itu. Di sinilah cerita itu dimulai dan cerita ini adalah asli dari cerita si Madura tadi dan tidak penulis buat-buat. Ketika dia melakukan thawaf dia merasa ada yang memukul tengkuknya hingga sampai terhuyung dan hampir jatuh. Tetapi anehnya dia tidak melihat ada orang yang memukulnya, dan dia melihat di sampingnya adalah orang yang semuanya khusu' menjalankan thawaf. Sebenarnya dia ingin membalas pukulan itu apabila dia tahu siapa yang memukulnya. Pada putaran selanjutnya dia juga merasakan ada yang menampar pipinya dengan keras sampai dia merasa agak nyeri dan anehnya dia juga tidak tahu siapa yang menampar dirinya itu. "Apa yang memukul aku adalah malaikat apa ya", begitu akhirnya dalam batin dia bertanya.

Selanjutnya ketika dia selesai melakukan thawaf dan hendak melakukan sholat sunat mutlak di belakang Maqam Ibrohim dia mencari tempat yang sepi dan tidak dipakai untuk lintasan thawaf. Dan ketika dia sujud dan bermaksud bangun dari sujud ternyata dia tertahan agak lama karena di atasnya ternyata ada seorang wanita afrika yang tinggi besar dan hitam kulitnya. Si madura ini masuk di dalam jubah wanita Afrika tadi dan tidak bisa bangun dari sujudnya untuk beberapa lama. Tidak hanya sampai di sini saja ceritanya, ketika dia berada di Muzdalifah dan berjalan menuju Mina dia seperti dibingungkan dan tidak sampai-sampai ke Mina, padahal seharusnya hal itu mudah karena memang satu jalur saja kalau dari Muzdalifah ke Mina itu. Dan si Madura ini harus putar ke sana kemari selama 6 jam. Hingga setelah  jam akhirya dia baru sampai di Mina dan ketemu dengan teman-temannya. Ketika ditanya oleh temannya, "Darimana saja koq kamu lama banget sampainya ke sini", dia menjawab "Tadi habis mampir ke tempat teman, jadi agak lama" padahal jawaban itu hanya sekenanya saja, dia malu kalau harus menjawab yang sebenarnya bahwa dia baru saja kebingungan dan muter-muter selama 6 jam.

Begitu sampai di Mina karena kelelahan dia tertidur, dan karena cukup pulas dia tidak menyadari pakaian ihromnya yang bawah sampai terbuka dan (maaf, sampai kelihatan "burungnya"). Dan di situ ada anak kecil yang melihat dan bukannya menutupkan kain itu tapi dia malah memanggil orang-orang dan karena gaduh si Madura ini terbangun dan dia merasa merasa ada yang aneh dengan pandangan orang-orang yang melihatnya dan pada tertawa. Akhirnya dia menyadari dan begitu sangat malunya dia ternyata orang-orang itu pada melihat "burungnya" yang keluar dari sangkar. Dia merasa bahwa dia dipermalukan oleh Allah di hadapan banyak orang. Sejak saat itulah dia insyaf karena dari perjalanan pertama sejak thawaf sampai di Mina dia merasa mendapat pelajaran dari Allah. Dan dia bertekad untuk menjadi orang baik-baik dan tidak mau lagi menjadi manusia yang bermoral bejat lagi.(***)

SEBERAPA PENTINGKAH GELAR HAJI BAGI SESEORANG



Di dalam masyarakat kita, apabila seseorang sudah bergelar haji maka terdapat sedikit pandangan yang berbeda yang diberikan masyarakat kepada orang tersebut. Seolah-olah orang yang bergelar haji mempunyai status sosial yang lebih tinggi, lebih sholih, lebih sempurna dan lebih lainnya lagi dari pada orang yang tidak atau belum bergelar haji. Padahal belum tentu juga orang yang bergelar haji itu lebih sholih atau lebih agamis dari pada orang lain yang belum bergelar haji. Banyak kita lihat orang yang bergelar haji itu hanya rajin jamaah di masjid ketika belum lama pulang dari hajinya saja, begitu juga banyaknya bapak haji dan ibu hajah yang sangat dermawan ketika belum lama pulang dari tanah suci, akan tetapi setelah agak lama kumat lagi males jamaahnya, atau pelitnya yang minta ampun itu.

Lebih ironis lagi, ada orang yang setelah pergi haji kalau tidak dipanggil dengan sebutan haji sebelum menyebut namanya agak tersinggung. Sungguh suatu hal yang tidak pantas dilakukan oleh seorang yang benar-benar "haji". Di samping itu ternyata banyak pula pejabat yang sudah naik haji tetapi kegemaran untuk memakan harta rakyat tidak sembuh bahkan semakin menjadi-jadi. Mungkin hal inilah yang perlu kita cermati dan telaah bersama. Penulis tidak tahu bagaimana sejarahnya sehingga seseorang yang sudah melaksanakan haji (terutama di Indonesia) kemudian di depan namanya ditambah dengan sebutan haji. Padahal ketika orang muslim sudah mengucapkan kalimah syahadat sebagai rukun islam yang pertama tidak disebut dengan pak syahadat, atau juga pak sholat bagi yang sudah melaksanakan sholat. Tetapi kenapa setelah pergi haji orang disebut dengan pak haji, yang notabene haji merupakan rukun islam yang terakhir.

Menurut pengalaman penulis ketika diberi kesempatan melakukan ibadah umroh, apabila seseorang sholat di Masjid Nabawi di Madinah ataupun di Masjidil Haram di Makkah, oleh polisi Saudi Arabia dan masyarakat sekitarnya kita dipanggil sebagai haji ataupun hajah bagi perempuan, meskipun kita ke sana bukan dalam rangka menuanaikan ibadah haji tetapi "hanya" umroh. Tidak dibedakan antara orang yang melaksnakan haji dengan umroh di tanah suci, semua pasti dipanggil haji. Yang membedakan adalah ketika sampai di tanah air, seorang yang habis melaksanakan umroh tidak dipanggil haji atau pak umroh, tetapi yang pulang dari ibadah haji kemudian disebut sebagai pak haji.

Bagi penulis pribadi sungguh nama haji itu tidaklah penting sama sekali, karena niatan kita untuk ke tanah suci bukanlah untuk membeli sebuah nama haji atau hajah, melainkan untuk beribadah dan mencari ridho dari Allah SWT. Apalah arti gelar haji apabila orang tersebut belum istiqomah dalam beribadah, masih sering menyakiti hati tetangga, kurang peduli terhadap lingkungannya dan masih mementingkan pribadi di atas kepentingan masyarakat. Padahal Rosulullah beserta sahabatnyapun tidak pernah memakai gelar haji di depannya. Jadi sangat-sangat tidak penting gelar haji bagi seseorang. Akan lebih baik apabila haji dimaknai sebagai sebuah penyempurnaan keislaman seseorang dan jalan untuk lebih mendekat, pasrah dan menggapai ridho Allah SWT. Wallahua'lam.
 

BERKUNJUNG KE BAITULLAH, MENUJU KESEMPURNAAN KEHIDUPAN




Dalam rukun Islam, menunaikan ibadah haji merupakan rukun yang kelima. Ibadah haji merupakan penyempurna dari keislaman kita. Hal ini tentu saja berlaku bagi umat islam yang "istatho'a" atau mampu melaksanakan ibadah haji tersebut, meskipun sebenarnya kita harus mempunyai keyakinan bahwa kita mampu melaksanakan hal tersebut, karena sebenarnya Allah telah menyeru kepada seluruh manusia melalui rosul-Nya untuk melakukan ibadah haji, sebagaimana dalam (QS. Al-Hajj (22): 27) yang artinya "Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji......"

Namun dalam kenyataannya banyak manusia yang sebenarnya telah mampu secara materi, tetapi enggan untuk mengeluarkan sebagian hartanya untuk menyempurnakan keislaman mereka dengan melakukan ibadah haji. Mereka lebih senang berlibur ke eropa, atau destinasi menarik lainnya yang sebenarnya secara biaya tidak berbeda jauh, bahkan kadang lebih mahal dari pada pergi ke haramain untuk beribadah haji. Di samping ada yang enggan untuk melakukan ibadah haji walaupun telah mampu, banyak juga orang yang melakukan ibadah ibadah haji "hanya" untuk mengejar status sosial dan senang apabila di depan namanya ada tambahan H alias Haji Fulan dan sebagainya.

Ibadah haji hakikatnya adalah penyempurnaan keislaman manusia yang telah bersumpah bahwa "tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah rasul dan utusan Allah". Dia telah bisa mengendalikan hawa nafsu yang ada dalam dirinya ditandai dengan mengerjakan puasa ramadhan, serta telah berkorban untuk masyarakat dan lingkungannya dengan mengeluarkan zakat dari harta bendanya. Sehingga seorang muslim yang sempurna adalah apabila dia telah "sholeh" secara individual yang berarti dia merupakan ahli ibadah dan tidak pernah melakukan maksiat, serta "sholeh" secara sosial yang dapat diartikan dia bisa banyak memberikan manfaat untuk lingkungan sekitarnya, baik dengan hartanya, tenaganya, maupun pemikirannya. Sholeh sosial merupakan manifestasi dari sebuah hadits yang berbunyi "khoirunnasi anfa'uhum linnasi".

Selanjutnya apabila seorang muslim telah bisa mewujudkan dalam dirinya kedua kesholihan di atas maka sangat penting untuk disempurnakan dengan melaksanakan ibadah haji. Hal ini karena dalam ibadah haji banyak terdapat pelajaran spiritual bagi yang melakukannya, sehingga keimanan dan keislaman yang telah ada pada dirinya akan semakin mantap dengan menyaksikan kebesaran Allah yang terdapat di dua kota suci yaitu Makkah dan Madinah. Banyak kita mendengar cerita bahwa seseorang menjadi sangat sholeh sepulang dari ibadah haji, ada juga yang insyaf dan berhenti memakan harta ribawi setelah pergi ke tanah suci, dan yang mungkin paling baru kita mendengar bahwa kilas balik dari Almarhum Ustadz Jefri Bukhori yang belum lama meninggal dimulai setelah beliau pulang dari umroh.

Selain cerita yang positif dari orang-orang yang telah melakukan ibadah haji seperti di atas tentu kitapun juga pernah mendengar cerita yang sebaliknya, ada orang setelah ibadah haji malah justru semangat ibadahnya berkurang, ada yang semakin pelit, ada yang semakin sombong dan merasa lebih sempurna dari yang lain dan sebagainya. Memang hal ini merupakan pelajaran bagi kita bahwa walaupun sebenarnya ibadah haji merupakan penyempurna keimanan dan keislaman kita, akan tetapi niat seseorang dalam melaksanakan ibadah haji juga bermacam-macam. Di samping itu mungkin harta yang dipergunakan untuk melaksanakan ibadah  haji juga kadang harta yang haram, hasil korupsi atau dari aktifitas ribawi. Semua itu tentu akan berpengaruh terhadap "kemabruran" kita dalam berhaji, dan secara lahir kita dapat melihat perilaku orang yang berhaji setelah kepulangannya ke tanah air. Apabila dia semakin sholih, semakin dermawan, semakin "merunduk" kalau dalam peristilahan padi, maka berarti dia mabrur dan sebaliknya apabila secara kualitas keagamaan dan kemasyarakatan dia merosot berarti dia tidak mabrur.

Dan bagi orang-orang yang berpunya, apabila kita dalam hidup ini mungkin sampai kepada titik jenuh, seperti kehilangan arah tujuan, merasa terjadi "stagnan" dalam hidup, tidak ada salahnya apabila kita berkunjung ke baitullah baik untuk berhaji atau berumroh. Karena untuk melakukan haji sekarang ini kita terkendala dengan "waiting list" yang cukup lama, mungkin bisa kita awali dengan berumroh dahulu. Karena dengan berkunjung ke Baitullah bisa kita ibaratkan kita "mencharge" ulang spiritual kita dengan energi ilahiah. Insya Allah semua akan mudah apabila kita berpasrah dan berserah diri pada Allah. "Fafirru ilallahi". Wallahua'lam.

 

Jumat, 12 April 2013

FOTO-FOTO PERJALANAN JAMAAH UMROH HILYA MADINA ( 28/03/2013 s/d 06/04/213 )


Foto 1. Di atas pesawat menuju bandara Soekarno - Hatta Jakarta

Foto 2. Di salah satu longe Bandara Soetta sambil menuju keberangkatan

Foto 3. Transit dan menginap semalam di Colombo Srilanka
 Foto 4. Penerbangan internasional Colombo - Jeddah

Foto 5. Sampai di Hotel Al Majeedi Arac Suites di depan Masjid Nabawi Madinah
Foto 6. City tour ke Masjid Quba'

Foto 7. Bersiap melaksanakan umro wajib ke Makkah

Foto 7. Di depan Hotel Al Maqom Samping Masjidil Haram

 Foto 8. Bersiap melakukan city tour sekaligus mengambil miqot untk umroh sunah

Foto 9. City tour ke laut merah sekaligus menuju Bandara King Abdul Azis Jeddah