Di dalam masyarakat kita, apabila seseorang sudah bergelar haji maka terdapat sedikit pandangan yang berbeda yang diberikan masyarakat kepada orang tersebut. Seolah-olah orang yang bergelar haji mempunyai status sosial yang lebih tinggi, lebih sholih, lebih sempurna dan lebih lainnya lagi dari pada orang yang tidak atau belum bergelar haji. Padahal belum tentu juga orang yang bergelar haji itu lebih sholih atau lebih agamis dari pada orang lain yang belum bergelar haji. Banyak kita lihat orang yang bergelar haji itu hanya rajin jamaah di masjid ketika belum lama pulang dari hajinya saja, begitu juga banyaknya bapak haji dan ibu hajah yang sangat dermawan ketika belum lama pulang dari tanah suci, akan tetapi setelah agak lama kumat lagi males jamaahnya, atau pelitnya yang minta ampun itu.
Lebih ironis lagi, ada orang yang setelah pergi haji kalau tidak dipanggil dengan sebutan haji sebelum menyebut namanya agak tersinggung. Sungguh suatu hal yang tidak pantas dilakukan oleh seorang yang benar-benar "haji". Di samping itu ternyata banyak pula pejabat yang sudah naik haji tetapi kegemaran untuk memakan harta rakyat tidak sembuh bahkan semakin menjadi-jadi. Mungkin hal inilah yang perlu kita cermati dan telaah bersama. Penulis tidak tahu bagaimana sejarahnya sehingga seseorang yang sudah melaksanakan haji (terutama di Indonesia) kemudian di depan namanya ditambah dengan sebutan haji. Padahal ketika orang muslim sudah mengucapkan kalimah syahadat sebagai rukun islam yang pertama tidak disebut dengan pak syahadat, atau juga pak sholat bagi yang sudah melaksanakan sholat. Tetapi kenapa setelah pergi haji orang disebut dengan pak haji, yang notabene haji merupakan rukun islam yang terakhir.
Menurut pengalaman penulis ketika diberi kesempatan melakukan ibadah umroh, apabila seseorang sholat di Masjid Nabawi di Madinah ataupun di Masjidil Haram di Makkah, oleh polisi Saudi Arabia dan masyarakat sekitarnya kita dipanggil sebagai haji ataupun hajah bagi perempuan, meskipun kita ke sana bukan dalam rangka menuanaikan ibadah haji tetapi "hanya" umroh. Tidak dibedakan antara orang yang melaksnakan haji dengan umroh di tanah suci, semua pasti dipanggil haji. Yang membedakan adalah ketika sampai di tanah air, seorang yang habis melaksanakan umroh tidak dipanggil haji atau pak umroh, tetapi yang pulang dari ibadah haji kemudian disebut sebagai pak haji.
Bagi penulis pribadi sungguh nama haji itu tidaklah penting sama sekali, karena niatan kita untuk ke tanah suci bukanlah untuk membeli sebuah nama haji atau hajah, melainkan untuk beribadah dan mencari ridho dari Allah SWT. Apalah arti gelar haji apabila orang tersebut belum istiqomah dalam beribadah, masih sering menyakiti hati tetangga, kurang peduli terhadap lingkungannya dan masih mementingkan pribadi di atas kepentingan masyarakat. Padahal Rosulullah beserta sahabatnyapun tidak pernah memakai gelar haji di depannya. Jadi sangat-sangat tidak penting gelar haji bagi seseorang. Akan lebih baik apabila haji dimaknai sebagai sebuah penyempurnaan keislaman seseorang dan jalan untuk lebih mendekat, pasrah dan menggapai ridho Allah SWT. Wallahua'lam.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar