Selasa, 30 April 2013

BERKUNJUNG KE BAITULLAH, MENUJU KESEMPURNAAN KEHIDUPAN




Dalam rukun Islam, menunaikan ibadah haji merupakan rukun yang kelima. Ibadah haji merupakan penyempurna dari keislaman kita. Hal ini tentu saja berlaku bagi umat islam yang "istatho'a" atau mampu melaksanakan ibadah haji tersebut, meskipun sebenarnya kita harus mempunyai keyakinan bahwa kita mampu melaksanakan hal tersebut, karena sebenarnya Allah telah menyeru kepada seluruh manusia melalui rosul-Nya untuk melakukan ibadah haji, sebagaimana dalam (QS. Al-Hajj (22): 27) yang artinya "Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji......"

Namun dalam kenyataannya banyak manusia yang sebenarnya telah mampu secara materi, tetapi enggan untuk mengeluarkan sebagian hartanya untuk menyempurnakan keislaman mereka dengan melakukan ibadah haji. Mereka lebih senang berlibur ke eropa, atau destinasi menarik lainnya yang sebenarnya secara biaya tidak berbeda jauh, bahkan kadang lebih mahal dari pada pergi ke haramain untuk beribadah haji. Di samping ada yang enggan untuk melakukan ibadah haji walaupun telah mampu, banyak juga orang yang melakukan ibadah ibadah haji "hanya" untuk mengejar status sosial dan senang apabila di depan namanya ada tambahan H alias Haji Fulan dan sebagainya.

Ibadah haji hakikatnya adalah penyempurnaan keislaman manusia yang telah bersumpah bahwa "tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah rasul dan utusan Allah". Dia telah bisa mengendalikan hawa nafsu yang ada dalam dirinya ditandai dengan mengerjakan puasa ramadhan, serta telah berkorban untuk masyarakat dan lingkungannya dengan mengeluarkan zakat dari harta bendanya. Sehingga seorang muslim yang sempurna adalah apabila dia telah "sholeh" secara individual yang berarti dia merupakan ahli ibadah dan tidak pernah melakukan maksiat, serta "sholeh" secara sosial yang dapat diartikan dia bisa banyak memberikan manfaat untuk lingkungan sekitarnya, baik dengan hartanya, tenaganya, maupun pemikirannya. Sholeh sosial merupakan manifestasi dari sebuah hadits yang berbunyi "khoirunnasi anfa'uhum linnasi".

Selanjutnya apabila seorang muslim telah bisa mewujudkan dalam dirinya kedua kesholihan di atas maka sangat penting untuk disempurnakan dengan melaksanakan ibadah haji. Hal ini karena dalam ibadah haji banyak terdapat pelajaran spiritual bagi yang melakukannya, sehingga keimanan dan keislaman yang telah ada pada dirinya akan semakin mantap dengan menyaksikan kebesaran Allah yang terdapat di dua kota suci yaitu Makkah dan Madinah. Banyak kita mendengar cerita bahwa seseorang menjadi sangat sholeh sepulang dari ibadah haji, ada juga yang insyaf dan berhenti memakan harta ribawi setelah pergi ke tanah suci, dan yang mungkin paling baru kita mendengar bahwa kilas balik dari Almarhum Ustadz Jefri Bukhori yang belum lama meninggal dimulai setelah beliau pulang dari umroh.

Selain cerita yang positif dari orang-orang yang telah melakukan ibadah haji seperti di atas tentu kitapun juga pernah mendengar cerita yang sebaliknya, ada orang setelah ibadah haji malah justru semangat ibadahnya berkurang, ada yang semakin pelit, ada yang semakin sombong dan merasa lebih sempurna dari yang lain dan sebagainya. Memang hal ini merupakan pelajaran bagi kita bahwa walaupun sebenarnya ibadah haji merupakan penyempurna keimanan dan keislaman kita, akan tetapi niat seseorang dalam melaksanakan ibadah haji juga bermacam-macam. Di samping itu mungkin harta yang dipergunakan untuk melaksanakan ibadah  haji juga kadang harta yang haram, hasil korupsi atau dari aktifitas ribawi. Semua itu tentu akan berpengaruh terhadap "kemabruran" kita dalam berhaji, dan secara lahir kita dapat melihat perilaku orang yang berhaji setelah kepulangannya ke tanah air. Apabila dia semakin sholih, semakin dermawan, semakin "merunduk" kalau dalam peristilahan padi, maka berarti dia mabrur dan sebaliknya apabila secara kualitas keagamaan dan kemasyarakatan dia merosot berarti dia tidak mabrur.

Dan bagi orang-orang yang berpunya, apabila kita dalam hidup ini mungkin sampai kepada titik jenuh, seperti kehilangan arah tujuan, merasa terjadi "stagnan" dalam hidup, tidak ada salahnya apabila kita berkunjung ke baitullah baik untuk berhaji atau berumroh. Karena untuk melakukan haji sekarang ini kita terkendala dengan "waiting list" yang cukup lama, mungkin bisa kita awali dengan berumroh dahulu. Karena dengan berkunjung ke Baitullah bisa kita ibaratkan kita "mencharge" ulang spiritual kita dengan energi ilahiah. Insya Allah semua akan mudah apabila kita berpasrah dan berserah diri pada Allah. "Fafirru ilallahi". Wallahua'lam.

 

Tidak ada komentar :

Posting Komentar